Jumat, 27 Mei 2011
Peta Politik di Partai Demokrat Kacau
Kasus dugaan suap yang menyeret M Nazaruddin dan Partai Demokrat (PD) membuat peta politik di 2014 mulai menjadi kacau. Akitivis Petisi 28, Haris Rusly mengatakan kekacauan itu dimulai di intern partai. "Ini terkait posisi presiden di 2014," katanya, Kamis (26/5).
Menurutnya, ke depan ada tiga orang di intern PD yang akan bertarung. Yakni Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Ani Yudhoyono. Menurutnya, peta politik ini semakin kacau. Celakanya, mulai mencuat ke permukaan. "Partai PKS saja yang ideologinya jelas bisa pecah, apalagi PD yang ideologinya mengambang," katanya.
Menurutnya, kasus Nazaruddin yang menjabat sebagai Bendahara Umum PD merupakan bentuk adanya perebutan lahan-lahan pengerukan pundi-pundi rupiah. Di dalam PD, kemungkinan keistimewaan untuk mencari dana bagi partai hanya ditujukan bagi segelintir orang.
Diperkirakan hanya ada 7-10 orang yang mencarikan dana untuk partai. Nazaruddin menjadi salah satu orang yang mendapatkan keistimewaan itu. Pada akhirnya, mereka yang tidak mendapatkan 'hak istimewa' pun melakukan perlawanan dari dalam tubuh partai.
Hal ini, lanjutnya, semakin menunjukkan citra politik Indonesia saat ini. "Terjadi pergeseran politik dari value sistem ke price sistem," kata Haris. Artinya, politik hanya untuk memperkaya diri. Parpol pun cuma menjadi tempat cari makan.
Tak hanya itu, ia pun ragu jika kasus ini bisa benar-benar mengungkap keborokan PD terlebih lagi jika menyangkut orang-orang di lingkaran istana. Menurutnya, sejarah telah menunjukkan bahwa susah mengungkap perbuatan korupsi di hampir semua presiden. Termasuk yang melibatkan pejabat teras istana yang saat ini bergulir.
"Karena, presiden itu berada dalam posisi yang sangat kuat sehingga dia bisa mengubur habis semua data dan fakta. Dan Nazaruddin dipercaya untuk mencari dana yang pada akhirnya bisa menimbulkan efek kemana-mana," katanya. Muaranya, lanjut Haris, kasus ini mungkin bisa mengalami kemandekan ditingkat hukum maupun parlemen.
sumber :http://id.berita.yahoo.com/peta-politik-di-partai-demokrat-kacau-095810989.html;_ylt=Au_zX6crAZYAkA6B9M6X3hGAV8d_;_ylu=X3oDMTNhazNscmQ1BHBrZwMwOGJkNjQ2OS01NDcwLTNmNzAtOGJhYS1kZGNmNzA4ZjMwODAEcG9zAzEwBHNlYwNNZWRpYVRvcFN0b3J5BHZlcgNkYjhkNjI2MC04NzdlLTExZTAtOWI2Zi1jOGNlYWQ2ZGRiZGE-;_ylg=X3oDMTI0NjYzaXJ0BGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDBHBzdGNhdANuYXNpb25hbHxwb2xpdGlrBHB0A3NlY3Rpb25zBHRlc3QD;_ylv=3
Rabu, 18 Mei 2011
Survei: Soeharto Presiden Paling Sukses dan Paling Disukai Publik
Presiden Indonesia mana yang paling disukai publik saat ini? Apakah Susilo Bambang Yudhoyono? Soeharto? Megawati Soekarnoputri? Atau Soekarno?
Hasil yang mungkin mengejutkan bagi sebagian orang, namun mungkin tidak bagi sebagian lain. Presiden Soeharto menempati urutan pertama sebagai presiden yang paling disukai publik.
Sebanyak 36,54 persen dari 1.200 responden di seluruh Indonesia memilih Presiden Soeharto. Di bawah Soeharto barulah SBY. Dan berturut-turut Soekarno, Megawati, dan BJ Habibie serta Gus Dur.
Sayangnya, rilis Indo Barometer ini tidak menyantumkan peta wilayah publik terhadap presiden yang mereka sukai. Apakah mayoritas publik yang memilih Soeharto berada di Jawa atau Sumatera atau Indonesia Timur.
Berkaitan dengan kesukaan publik itu pula, ketika responden ditanya presiden mana yang paling berhasil, maka jawabannya tetap pada Soeharto. SEbanyak 40,5 persen responden menilai di era Soeharto yang paling berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.
Urutan di bawahnya tetap, yaitu SBY-Soekarno-MEgawati-BJ Habibie, dan Gus Dur. Survei Indo Barometer ini memiliki margin error sebesar plus minus tiga persen.
SUMBER : http://id.berita.yahoo.com/survei-soeharto-presiden-paling-sukses-dan-paling-disukai-132821735.html
Selasa, 17 Mei 2011
Di Balik Jihad Ada Politik, Sebuah Disertasi
AMSTERDAM--"Radikalisasi di Indonesia Tumbuh dari Kemarahan dan Instabilitas Politik." Itulah judul artikel di koran Belanda NRC Handelsblad.Sejarah kehidupan 10 orang muslim radikal yang mendekam di penjara membuahkan sebuah disertasi yang luar biasa mengenai Islam radikal di Indonesia. Jumat ini Mohammad Najib Azca, seorang antropolog asal Indonesia, akan mempertahankan disertasinya yang berjudul After Jihad - A Biographical Approach to Passionate Politics in Indonesia, di Universitas Amsterdam.
Dalam bukunya ia merekonstruksi sejarah kehidupan 10 pemuda Indonesia yang antara tahun 1998 hingga 2000 menjadi pengikut jihad untuk berjuang dalam "perang suci" antara muslim dan kristen di Sulawesi dan Ambon. Bagaimana pilihan untuk menjadi jihadis mengubah total kehidupan mereka.
"Azca memisahkan antara ketaatan politik dan aktivitas jihadis. Aktivis yang taat biasanya mencoba mengajarkan pada orang bagaimana menjadi seseorang yang bertanggung jawab moral. Sementara aktivis islam politik memperjuangkan agar hukum syariah dilaksanakan. Dan itu bisa dilakukan sesuai jalur hukum atau dengan kekerasan. Sementara Jihadis, mendasari tindakan pada penjelasan ayat-ayat Al-Quran. Menurut mereka adalah kewajiban setiap muslim untuk memberantas kaum kafir," tulis NRC Handelsblad.
Menurut Najib Azca, emosi juga memainkan peranan penting. Menurutnya selama ini orang berpikir bahwa para aktivis itu orang-orang yang rasional. Tetapi para informannya justru menjadi jihadis melalui proses kognitif dan sejumlah "kejutan moral." Ketika pecah insiden SARA tahun 1998 di Indonesia Timur di mana sejumlah besar muslim dibunuh di Poso dan Tobelo, banyak foto para korban muslim beredar di Jawa. Itu salah satu alasan mengapa banyak orang memutuskan untuk menjadi jihadis.
Ditambahkan, ketika itu Soeharto baru saja dipaksa mundur sebagai presiden. Indonesia mengalami masa perpindahan dari negara otoriter menjadi bentuk yang lain. Banyak politisi dan militer yang mencoba menarik keuntungan dari situasi tidak jelas tersebut. Terjadi banyak insiden antar suku dan agama. Ditambah lagi muslim radikal mulai turun ke jalan mencari dukungan untuk negara Islam di Indonesia.
Keputusan untuk ikut ambil bagian dalam perang jihad, biasanya disebabkan krisis identitas yang dialami sebagian besar para informan. Mereka kebanyakan para mahasiswa dari desa yang merasa tidak dianggap serius di kota. "Jihad adalah sebuah 'usaha untuk mendapatkan identitas' yang harus memecahkan krisis tersebut," demikian Najib Azca.
NRC melanjutkan, sekarang 10 tahun sesudahnya sebagian besar para jihadis ini telah ditangkap atau buron. Tapi para aktivis Islam yang taat masih tetap aktif. Mereka misalnya berkampanye mendukung UU anti-pornografi yang lebih ketat. Sementara sebagian aktivis Islam politik sekarang duduk di DPR.
Najib Azca mengambil contoh PKS. Dengan 7,8% suara, PKS menjadi partai islam terbesar di Indonesia. Partai ini belum melepaskan ideal untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam, tapi lewat jalan demokrasi.
Ditambahkan ada kemungkinan PKS menjadi lebih moderat. "Lihat saja kongres terakhir mereka dilangsungkan di hotel Amerika berbintang lima. Selain itu banyak dubes asing yang juga diundang," ujar Azca. Demikian NRC Handelsblad.
SUMBER : http://id.berita.yahoo.com/di-balik-jihad-ada-politik-sebuah-disertasi-005924414.html
Dalam bukunya ia merekonstruksi sejarah kehidupan 10 pemuda Indonesia yang antara tahun 1998 hingga 2000 menjadi pengikut jihad untuk berjuang dalam "perang suci" antara muslim dan kristen di Sulawesi dan Ambon. Bagaimana pilihan untuk menjadi jihadis mengubah total kehidupan mereka.
"Azca memisahkan antara ketaatan politik dan aktivitas jihadis. Aktivis yang taat biasanya mencoba mengajarkan pada orang bagaimana menjadi seseorang yang bertanggung jawab moral. Sementara aktivis islam politik memperjuangkan agar hukum syariah dilaksanakan. Dan itu bisa dilakukan sesuai jalur hukum atau dengan kekerasan. Sementara Jihadis, mendasari tindakan pada penjelasan ayat-ayat Al-Quran. Menurut mereka adalah kewajiban setiap muslim untuk memberantas kaum kafir," tulis NRC Handelsblad.
Menurut Najib Azca, emosi juga memainkan peranan penting. Menurutnya selama ini orang berpikir bahwa para aktivis itu orang-orang yang rasional. Tetapi para informannya justru menjadi jihadis melalui proses kognitif dan sejumlah "kejutan moral." Ketika pecah insiden SARA tahun 1998 di Indonesia Timur di mana sejumlah besar muslim dibunuh di Poso dan Tobelo, banyak foto para korban muslim beredar di Jawa. Itu salah satu alasan mengapa banyak orang memutuskan untuk menjadi jihadis.
Ditambahkan, ketika itu Soeharto baru saja dipaksa mundur sebagai presiden. Indonesia mengalami masa perpindahan dari negara otoriter menjadi bentuk yang lain. Banyak politisi dan militer yang mencoba menarik keuntungan dari situasi tidak jelas tersebut. Terjadi banyak insiden antar suku dan agama. Ditambah lagi muslim radikal mulai turun ke jalan mencari dukungan untuk negara Islam di Indonesia.
Keputusan untuk ikut ambil bagian dalam perang jihad, biasanya disebabkan krisis identitas yang dialami sebagian besar para informan. Mereka kebanyakan para mahasiswa dari desa yang merasa tidak dianggap serius di kota. "Jihad adalah sebuah 'usaha untuk mendapatkan identitas' yang harus memecahkan krisis tersebut," demikian Najib Azca.
NRC melanjutkan, sekarang 10 tahun sesudahnya sebagian besar para jihadis ini telah ditangkap atau buron. Tapi para aktivis Islam yang taat masih tetap aktif. Mereka misalnya berkampanye mendukung UU anti-pornografi yang lebih ketat. Sementara sebagian aktivis Islam politik sekarang duduk di DPR.
Najib Azca mengambil contoh PKS. Dengan 7,8% suara, PKS menjadi partai islam terbesar di Indonesia. Partai ini belum melepaskan ideal untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam, tapi lewat jalan demokrasi.
Ditambahkan ada kemungkinan PKS menjadi lebih moderat. "Lihat saja kongres terakhir mereka dilangsungkan di hotel Amerika berbintang lima. Selain itu banyak dubes asing yang juga diundang," ujar Azca. Demikian NRC Handelsblad.
SUMBER : http://id.berita.yahoo.com/di-balik-jihad-ada-politik-sebuah-disertasi-005924414.html
Senin, 16 Mei 2011
NII "Alat Politik"
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta menduga, Negara Islam Indonesia (NII) hanya sebuah alat politik.
Ia mengemukakan itu, usai memberi pengarahan dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kalimantan selatan (Kalsel) di Banjarmasin atau sebelum kembali ke Jakarta, Minggu sore.
Namun Sekjen PKS yang juga Wakil Ketua DPR-RI itu tak menyebut pihak mana yang menjadikan atau memperalat isu NII sebagai alat politik, kecuali menyatakan, hal tersebut hanya akan memperburuk pemerintah sendiri.
Pasalnya isu NII tersebut sudah sejak lama atau beberapa kali ganti Presiden Republik Indonesia, tapi hal itu seakan dibiarkan, bahkan cenderung sebagai alat untuk memojokan Islam.
"Sebagai contoh selama ini isu teroris atau terorisme, bukan cuma sekedar isu, tapi untuk melemahkan perjuangan kaum muslim, yang mungkin sengaja sebagai skenario pihak tertentu," tandasnya.
Padahal dengan tetap tumbuh dan berkembangnya isu NII, menunjukkan penegakan hukum di Indonesia tak jalan, lanjutnya didampingi Habib Aboe Bakar Al Habsyie, anggota DPR-RI dari PKS asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel.
Oleh sebab itu, jangan biarkan isu NII terus tumbuh dan berkembang, guna menjaga kewibawaan pemerintah, sarannya didamping Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Kalsel, Ibnu Sina.
Selain itu, guna kenyamanan dan ketenangan masyarakat, terutama terbebas dari jaringan NII yang bisa meresahkan, demikian Anis Matta.
Sementara itu, anggota DPR-RI dari PKS asal Kalsel menyatakan syukur, kalau penduduk di dapilnya terbebas dari jaringan NII yang bisa mengganggu stabilitas keamanan dan keteriban masyarakat (Kamtibmas).
Anggota Komisi III DPR-RI yang juga membidangi hukum, hak asasi manusia dan keamanan itu berharap, penduduk Kalsel yang terkenal religius jangan sampai masuk jaringan NII.
"Kita minta warga Kalsel mewaspadai gerakan NII, sehingga bisa terbebas dari jaring mereka," demikian Aboe Bakar.
Ia mengemukakan itu, usai memberi pengarahan dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kalimantan selatan (Kalsel) di Banjarmasin atau sebelum kembali ke Jakarta, Minggu sore.
Namun Sekjen PKS yang juga Wakil Ketua DPR-RI itu tak menyebut pihak mana yang menjadikan atau memperalat isu NII sebagai alat politik, kecuali menyatakan, hal tersebut hanya akan memperburuk pemerintah sendiri.
Pasalnya isu NII tersebut sudah sejak lama atau beberapa kali ganti Presiden Republik Indonesia, tapi hal itu seakan dibiarkan, bahkan cenderung sebagai alat untuk memojokan Islam.
"Sebagai contoh selama ini isu teroris atau terorisme, bukan cuma sekedar isu, tapi untuk melemahkan perjuangan kaum muslim, yang mungkin sengaja sebagai skenario pihak tertentu," tandasnya.
Padahal dengan tetap tumbuh dan berkembangnya isu NII, menunjukkan penegakan hukum di Indonesia tak jalan, lanjutnya didampingi Habib Aboe Bakar Al Habsyie, anggota DPR-RI dari PKS asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel.
Oleh sebab itu, jangan biarkan isu NII terus tumbuh dan berkembang, guna menjaga kewibawaan pemerintah, sarannya didamping Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Kalsel, Ibnu Sina.
Selain itu, guna kenyamanan dan ketenangan masyarakat, terutama terbebas dari jaringan NII yang bisa meresahkan, demikian Anis Matta.
Sementara itu, anggota DPR-RI dari PKS asal Kalsel menyatakan syukur, kalau penduduk di dapilnya terbebas dari jaringan NII yang bisa mengganggu stabilitas keamanan dan keteriban masyarakat (Kamtibmas).
Anggota Komisi III DPR-RI yang juga membidangi hukum, hak asasi manusia dan keamanan itu berharap, penduduk Kalsel yang terkenal religius jangan sampai masuk jaringan NII.
"Kita minta warga Kalsel mewaspadai gerakan NII, sehingga bisa terbebas dari jaring mereka," demikian Aboe Bakar.
Rabu, 11 Mei 2011
Suap Sesmenpora ancam Masa Depan Demokrat
Kasus suap yang menyeret Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesemenpora) Wafid Muharram, Manajer Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan Manajer PT Duta Griya Indah (DGI) M. El-Idris membuat Partai Demokrat sibuk. Kasus ini menjadi pertaruhan Partai Demokrat.
Isu suap Sesmenpora ini berbeda dengan isu-isu sebelumnya yang menerpa kader Partai Demokrat. Sebut saja isu yang sempat menerpa Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Jhonny Allen serta Wakil Ketua Umum Max Sopacua terkait dugaan kasus korupsi.
Kasus suap Sesmenpora ini benar-benar membuat sibuk Partai Demokrat. Hal ini terjadi setelah belakangan muncul nama Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin dan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Sulit menampik wajah kepanikan dari para petinggi Partai Demokrat. Saat jumpa pers di Sekretariat Fraksi Partai Demokrat, Selasa (10/5/2011) yang dihadiri oleh Ketua DPP Partai Demokrat Benny Kabur Harman (Ketua Komisi Hukum DPR), Edi Ramli Sitanggang (anggota Komisi III DPR), Ruhut Poltak Sitompul (anggota Komisi III), serta M Nazaruddin (anggota Komisi III) yang disebut-sebut terkait dalam kasus suap Sesmenpora.
Satu orang yang sedianya hadir yakni Angelina Sondakh mangkir dalam jumpa pers tersebut. "Anggie masih jetleg, baru tiba dari Belanda," ujar Ruhut memberi alasan. Tidak ada informasi yang baru dari pernyataan dalam jumpa pers tersebut.
Seperti pernyataan sebelumnya, Partai Demokrat membantah keterlibatan kadernya dalam kasus suap tersebut. Partai Demokrat juga meminta agar KPK jangan segan-segan mengusut jika memang kadernya terlibat dalam kasus tersebut. "Kami meminta KPK melakukan proses hukum secara terbuka, obyektif, dan tidak merasa ewuh pakewuh jika ada kader PD yang ditengarai terlibat dalam kasus ini," ujar Benny K Harman.
Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin yang pertama kali muncul ke publik secara terbuka memang tampak tenang saat menggelar jumpa pers. Dia kembali menegaskan dirinya tidak memiliki hubungan dengan Mindo Rosalina Manulang. "Saat ini kan katanya katanya. Biar fakta hukum yang bicara," katanya. Dalam jumpa pers tersebut Nazaruddin tidak dominan dalam menyampaikan pernyataannya.
Terkait isu yang yang menimpa Partai Demokrat, Benny K Harman menegarai ada upaya pihak lain mengadu domba internal partai. Dia menegaskan sampai saat ini internal Partai Demokrat solid. "Ada upaya invisible hand. Karena saat ini ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang beredar di masyarakat," ujar Benny.
Sementara anggota Komisi X Angelina Sondakh menegaskan dirinya tidak meminta jatah dari pelaksanaan proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan. "Saya tidak pernah memintah jatah komisi," tepisnya saat ditemui sesuai rapat internal Komisi X, Selasa (10/5/2011).
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan meyakini Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum tidak menyimpang. "Cak Anas selalu mengingatkan kita tentang tingkah laku dan akhlaq dalam berpolitik," ujarnya.
Ramadhan yang dikenal sebagai orang dekat Andi Mallarangeng ini menepis jika perkara suap Sesmenpora yang membawa nama Bendahara Umum Partai Demokrat M Nasruddin mengarah upaya Kongres Luar Biasa (KLB). "KLB itu kemajon (terlalu maju). Pak SBY ga pernah ngomong soal KLB. Kalau ada duri, ya durinya dicabut, bukan diganti semua. Jadi proporsional saja," tegasnya.
Dewan Kehormatan Partai Demokrat sendiri telah bergerak. Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyebutkan pihaknya telah memanggil M Nazaruddin untuk mengklarifikasi terkait isu suap. "Nanti kita juga panggil Angelina soal isu yang sama," ujarnya.
Partai Demokrat memang harus segera bersikap terkait isu suap ini. Karena kemenangan SBY dalam Pemilu 2009 disumbang dengan citra pemerintahan SBY yang antikorupsi. Jika Partai Demokrat tidak bisa keluar dari lilitan persoalan suap Sesmenpora ini, pertaruhannya suara Partai Demokrat dalam Pemilu 2014 bakal anjlok.
Minggu, 08 Mei 2011
Relief Misterius di Kaki Borobudur
Relief Misterius di Kaki Borobudur
Siapa tak terpesona menatap keindahan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah?
Dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada tahun 824, Borobudur terdiri dari 1460 panel relief dan 504 stupa. Namun, panel yang selama ini terlihat ternyata belum lengkap. Ada panel-panel yang sengaja ditimbun tanah karena reliefnya dianggap vulgar dan cabul. Panel-panel itu terletak di bagian paling bawah, yang disebut Kamadhatu.
Bagian fondasi tersembunyi itu terdiri dari 160 relief adegan Sutra Karmawibhangga atau hukum sebab-akibat. Panel-panel itu menggambarkan perbuatan yang mengikuti hawa nafsu manusia, semisal: bergosip, membunuh, menyiksa dan memerkosa. Juga ada adegan-adegan seks dalam berbagai posisi.
Ada sejumlah pendapat mengapa relief ini ditimbun. Bisa jadi karena kurang pantas dipertontonkan ke publik, tapi ada pula yang menduga penutupan ini semata-mata demi kestabilan posisi candi — agar tidak amblas.
Terlepas dari perdebatan itu, keseluruhan relief di Borobudur mencerminkan ajaran Budha Mahayana: semakin ke atas semakin mencapai kesempurnaan. Bagian paling bawah atau Kamadhatu menggambarkan perilaku penuh angkara murka dan hawa nafsu yang menyebabkan seseorang masuk neraka jahanam.
Bagian tengah (terdiri dari empat tingkat) dinamakan Rapadhatu, tempat manusia dibebaskan dari nafsu dan hal-hal duniawi. Sedangkan bagian teratas — termasuk tiga teras melingkar yang mengarah ke pusat kubah—disebut Arupadhatu, tempat para dewa bersemayam atau nirwana.
Keberadaan Borobudur sesungguhnya telah diketahui penduduk lokal di abad ke-18. Sempat tertimbun material Gunung Merapi, candi ini lalu ditemukan kembali oleh Sir Stanford Raffles pada 1814. Selanjutnya, pada 1885, arkeolog JW Yzerman mendokumentasi dan merekam reliefnya. Saat itulah, timnya menemukan relief tersembunyi di bagian paling bawah.
Sekitar tahun 1890-1891, bagian yang tertutup itu dibuka seluruhnya oleh fotografer Kasiyan Chepas untuk dipotret satu per satu. Batu bervolume 13000 meter kubik ini diangkat, lalu dikembalikan lagi ke posisi semula. Hingga hari ini, bagian itu ditimbun tanah sehingga tak seorangpun bisa melihat. Ada tiga panel di bagian tenggara candi yang terbuka--diduga karena proses penutupan kembali yang tak sempurna.
Hasil bidikan Chepas kemudian dibukukan pada 1931. Buku aslinya kini ada di Museum Nasional, Jakarta. Sedangkan klise asli disimpan di Museum Tropen, Amsterdam karena statusnya milik Pemerintah Belanda. Pemerintah Indonesia memiliki replika seluruh foto itu.
Langganan:
Postingan (Atom)